Pembatalan Pernikahan, Apakah itu ? Pembahasan Lengkap !

Berita tentang pembatalan pernikahan yang dilakukan oleh Asmirandah dan Jonas Rivano menjadi berita yang fenomenal dalam hal pernikahan, Apa sich sebenarnya Pembatalan pernikahan dalam islam itu ? semuanya akan kita kupas tuntas di masuk-islam.com, Simak selengkapnya dibawah ini!

[caption id="attachment_3222" align="aligncenter" width="527"]pembatalan nikah asmirandah dan jonas Pembatalan nikah oleh asmirandah dan jonas[/caption]

Maksud dari Pembatalan Pernikahan


Kejujuran merupakan akar dari pernikahan. Jika setelah menikah masih ada yang berbohong hingga menipu pasangannya mungkin pernikahan itu tidak akan berjalan mulus. Bahkan bisa saja pernikahan tersebut dibatalkan.

Pembatalan pernikahan sebenarnya bukan tidak jadi menikah tapi pernikahan yang sudah terjadi akhirnya dibatalkan oleh pengadilan karena berbagai faktor, salah satunya tidak sesuai dengan UU Perkawinan. "Jadi dilakukan setelah mereka sudah berumah tangga lalu melakukan pembatalan pernikahan karena banyak kecacatan di dalamnya.

Pembatalan pernikahan dilakukan setelah adanya pernikahan bukan sesaat sebelum menikah. Selain itu, adanya jangka waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan pernikahan yang disesuaikan dengan alasan pihak terkait.

Misalnya saja suami memalsukan identitasnya atau pernikahan terjadi di bawah ancaman serta paksaan. Pengajuan pembatalan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah menikah. Jika lebih dari enam bulan, maka hak untuk mengajukan permohonan pembatalan tersebut dianggap gugur.

Hal itu tertuang dalam Pasal 27 UU Perkawinan No. 1/1974, 'apabila ancaman telah berhenti atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami-istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur'.

Berbeda bila alasan pembatalan alasan itu karena suami menikah lagi tanpa sepengetahuan Anda. Tidak ada batasan waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan pernikahan jika kasusnya poligami tanpa sepengetahuan istri. Meskipun sudah lewat dari dua tahun umur pernikahan Anda dan suami tetap bisa membatalkan pernikahan.

Selain karena paksaan atau poligami secara tidak resmi, ada beberapa alasan lain yang bisa membatalkan suatu pernikahan. Seperti yang dikutip dari situs LBH APIK, ini dia faktor-faktor yang bisa menyebabkan batalnya suatu pernikahan:

  • Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya, seperti status, usia, atau agama. (Pasal 27 UU No. 1/1974)

  • Suami atau istri ternyata masih terikat pernikahan dengan orang lain tanpa sepengetahuannya. (Pasal 24 UU No. 01 tahun 1974)

  • Pernikahan tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (Pasal 22 UU Perkawinan).

  • Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama (Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam (KHI))

  • Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak (Pasal 71 KHI)

  • Melanggar batas usia perkawinan (Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974).


Kesimpulannya, pembatalan pernikahan itu dilakukan bila ada indikator di atas. Berbeda dengan perceraian yang dilakukan karena sudah tidak ada kecocokan antara Anda dan pasangan. Akan tetapi, prosesnya hampir sama dengan perceraian yang juga diajukan ke Pengadilan Agama. Pembatalan pernikahan yang diajukan ke PA khusus untuk pemeluk agama Islam. Lain hal bila yang melakukan pembatalan pernikahan non-muslim.

Persidangan untuk yang muslim dan non-muslim tentu berbeda maka yang Islam ke Pengadilan Agama, dan non-muslim ke Pengadilan Negeri untuk diproses lebih lanjut.

Apa Bedanya Perceraian dan Pembatalan Pernikahan


Perbedaan pembatalan pernikahan dan perceraian terletak pada aspek hukumnya. "Kalau perceraian yang berhak mengajukan hanya suami atau istri. Kalau permohonan pembatalan perkawinan itu yang berhak mengajukan di samping suami atau istri bisa juga diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas dari pihak suami dan istri, maksudnya orangtua.

Tidak hanya itu, alasannya juga tentu berbeda. Perceraian dilakukan karena ada ketidakcocokan dengan pasangan. Sedangkan pembatalan pernikahan penyebabnya karena ada kecacatan yang tidak sesuai dengan UU Perkawinan Indonesia atau ada indikator pemalsuan di dalamnya. Proses hukum pembatalan pernikahan juga lebih mudah daripada perceraian.

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pelaksanaan hukumnya mirip dengan perceraian, harus melalui sidang di PA untuk yang Islam, dan bagi non-muslim ke Pengadilan Negeri (PN). Ada pula mediasi untuk keduanya tapi bila kasus pembatalan pernikahan dengan alasan paksaan bukan tidak sesuai dengan UU Perkawinan. contoh kasus yang tidak perlu melalui proses mediasi tapi pernikahannya memang harus dibatalkan, misalnya saja pemalsuan agama.

Kalau alasan misalnya murtad itu tidak diperlukan mediasi karena orang yang murtad buat apa dimediasi lagi memang seharusnya dipisahkan. Untuk alasan lainnya misalnya seperti di bawah ancaman bisa saja mediasi.

Selain itu, hukum mengenai anak saat melakukan pembatalan pernikahan serupa dengan kasus perceraian. Status dan hak anak tetap sama walaupun pernikahan Anda dan pasangan akhirnya dibatalkan. Pasangan tetap menjadi ayah yang sah untuk anak dan berhak mendapatkan biaya serta waris dari suami. Bedanya Anda tidak bisa menuntut harta gono-gini kepada pasangan. Hal itu tercantum dalam Pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974. "Nasib anak tetap sama, anak tetap bisa punya ayah. Kewajiban perdata si ayah tetap ada.

Prosedur Pembatalan Pernikahan


Pernikahan bisa retak bila salah satu pihak berbohong atau menyembunyikan sesuatu untuk keuntungan pribadinya. Saat pasangan melakukan kebohongan seperti identitas atau ternyata poligami secara diam-diam, Anda bisa segera mengajukan pembatalan pernikahan bila tidak mau mengambil jalan cerai. Ada pula syarat dan tata cara melakukan pembatalan pernikahan seperti berikut.

Pasal 22 UU Perkawinan menyebutkan, 'pernikahan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan'. Selain itu, Anda juga bisa mengajukan permohonan pembatalan pernikahan bila:

  1. Melakukan pernikahan karena di bawah ancaman atau paksaan yang melanggar hukum. (Pasal 27 UU No. 1/1974)

  2. Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya, seperti status, usia, atau agama. (Pasal 27 UU No. 1/1974)

  3. Suami atau istri ternyata masih terikat pernikahan dengan orang lain tanpa sepengatahuannya. (Pasal 24 UU No. 01 tahun 1974)

  4. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama (Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam (KHI))

  5. Wanita yang dinikahi masih dalam masa iddah dari suaminya. (Pasal 71 KHI)

  6. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak (Pasal 71 KHI)

  7. Melanggar batas usia perkawinan (Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974).


Jika Anda mengalami masalah di atas dan ingin mengajukan pembatalan pernikahan, berikut tata cara yang bisa dilakukan seperti dilansir dari situs LBH APIK:

  • Datang ke Pengadilan Agama (PA) bagi yang Islam dan Pengadilan Negeri (PN) bagi non-muslim di kawasan tempat tinggal Anda atau pasangan. Pembatalan pernikahan tidak hanya bisa dilakukan oleh Anda dan pasangan tapi juga orangtua kedua belah pihak. (UU No.7/1989 pasal 73)

  • Kemudian mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Ketua Pengadilan. (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1))

  • Kemudian membayar uang muka biaya perkara kepada Bendaharawan Khusus. Berdasarkan keterangan dari PA Depok, biaya perkara sebesar Rp 391 ribu.
    Anda dan pasangan harus datang menghadiri sidang di pengadilan berdasarkan surat panggilan dari pengadilan. Akan tetapi dapat diwakilkan oleh kuasa hukum yang ditunjuk (UU No.7/1989 pasal 82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26,27 dan 28 Jo HIR pasal 121,124 dan 125)

  • Anda dan pasangan secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran dari isi permohonan pembatalan perkawinan di muka sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268). Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.

  • Kemudian Anda atau pasangan atau keduanya menerima salinan putusan PN atau PA yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

  • Baru setelah menerima akta pembatalan, sebagai pemohon Anda segera meminta penghapusan pencatatan perkawinan di buku register Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS).


Credit to : wolipop.com

Komentar