Suami di Hargai Sepuluh Ribu Oleh Istri, Mau?

Suami dihargai cuma 10.000 (baca : sepuluh ribu) ! Itulah komentar dari salah seorang yang bikin saya sedikit tertawa, ketika membahas tentang sighat taklik.

A. Apa itu Sighat Taklik


Sighat taklik merupakan suatu tahapan di akad nikah, semacam JANJI suami kepada istri, bahwa dia akan memperlakukan istrinya dengan baik, dst.
Wa Aufuu Bil-Ahdi Innal-Ahda Kaana Mas-Uulaa
"Tepatilah janjimu, sesungguhnya janji itu kelak akan dituntut"
Sighat taklik atau taklik talak yaitu menyandarkan jatuhnya thalaq kepada sesuatu perkara, baik kepada ucapan, perbuatan maupun waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perbuatan sewenang-wenang dari pihak suami

B. Bacaan, Isi atau Bunyi Sighat Taklik Talak


Berikut ini adalah Sighat Taklik yang dibacakan oleh suami sesudah akad nikah atau setelah ijab dan qobul nikah :

[arabic]بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ[/arabic]


Sesudah akad nikah, saya :
………………………………………. bin ……………………………………. berjanji dengan sesungguh hati bahwa saya akan mempergauli istri saya yang bernama : ………………………….. binti ……………………………….. dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut :

Apabila saya :
1. Meninggalkan istri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya;
3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya;
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya selama 6 (enam) bulan atau lebih.

Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri sayamembayar uang sebesar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional setempat untuk keperluan ibadah sosial.


Jakarta, ………………………. 2014

Suami,

(………………………)




Bacaan sighat taklik ada pada buku nikah bagian belakang, lihat gambar di bawah ini!gambar isi sighat taklik talak

C. Sighat Taklik Apakah di Ajarkan Islam?


Sebagian masyarakat beranggapan bahwa 'sighat taklik talak' tidak ada tuntunannya dalam Islam, tidak ada sunnahnya dalam Islam.
Hal tersebut dianggap sebagai bid'ah (sesuatu yang baru, yang diada-adakan, tidak ada asalnya dalam Islam, menyerupai syariat, dan dianggap beribadah), dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan ada di neraka.
Hal ini membuat mereka enggan atau tidak mau untuk mengucapkannya. Kalaupun mengucapkan, itu karena terpaksa.
Terkadang, mempelai yang mempunyai keyakinan seperti di atas, ribut-ribut dengan Pegawai Pencatat Perkawinan (biasanya dari KUA setempat). Mempelai yang bersangkutan berpendirian perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya terpenuhi syarat dan rukunya h). Oleh karena itu, ia tidak harus melakukan sighat taklik talak tersebut.

Sementara Pegawai Pencatat Perkawinan ataupun pihak lainnya yang berkepentingan (misal: keluarga mempelai putri) bersikeras agar mempelai laki-laki membaca sighat taklik talak. Mereka tidak sepakat terhadap mempelai laki-laki; aturan negara mesti ditegakkan. Sangat disayangkan apabila ribut-ribut tersebut terjadi di hadapan tamu undangan pada hari H. Di satu pihak mengharuskan membaca, pihak lainnya bersikeras menolak. Selain mengganggu kekhidmatan acara, juga terlihat janggal bagi tamu undangan.

D. Hukum Sighat Taklik Talak Menurut Fatwa MUI


Hasil Sidang komisi Fatwa MUI, yang berlangsumg diruang rapat MUI, Masjid Istiqlal Jakarta, pada 23 Rabi'ul Akhir 1417 H/ 7 September 1996, berpendapat bahwa materi yang tercantum dalam sighat taklik talak pada dasarnya telah dipenuhi dan tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama. KHI pasal 46 ayat (3) mengatur bahwa perjanjian taklik talak bukan merupakan keharusan dalam setiap perkawinan.

Berdasarkan uraian diatas jelas bagi kita kedudukan sighat talik talak ini di dalam peraturan negara. Menurut KHI hal tersebut bukanlah suatu keharusan (tidak wajib), demikian juga dengan Komisi fatwa MUI. Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang tidak mau membaca sighat taklik talak, tak perlu risau. Tidak ada yang mengharuskan untuk membaca hal tersebut seusai akad nikah. Bagi yang ingin melakukan akad nikah, agar segala sesuatu dibicarakan beberapa hari sebelum akad nikah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan.

E. Sejarah Taklik talak di Indonesia


Menurut catatan sejarah, pelembagaan taklik talak mulai dari perintah Sultan Agung Hanyakrakususma, raja Mataram (1554 Jawa-1630 Masehi) dalam upaya memberi kemudahan bagi wanita untuk melepaskan ikatan perkawinan dari suami yang meninggalkan pergi dalam jangka waktu tertentu, disamping jaminan bagi suami bila bepergian intu adalah dalam tugas negara. Ta’lik itu disebut Takluk Janji Dalem, atau “taklek janjining ratu” artinya ta’lik dalam kaitan dengan tugas negara.[3]

Dalam suasana pemerintahan Hindia Belanda, sejak Daendels mengeluarkan instruksi bagi Bupati tahun 1808, kemudian ditegaskan dalam Stb. 1835 No. 58 untuk mengawasi tugas para penghulu, Stb. 1882 No. 152 tentang pembentukan Raad Agama di mana penghulu juga menjadi ketuanya, kemudian keluar Ordonansi Pencatatan Perkawinan Stb. 1895 No. 198 jis Stb. 1929 No. 348 dan Stb. 1931 No. 348, Stb. 1933 No. 98 untuk Solo dan Jogya, maka timbul gagasan para Penghulu dan Ulama dengan persetujuan Bupati, untuk melembagakan taklik talak sebagai sarana pendidikan bagi para suami agar lebih mengerti kewajibannya terhadap isteri, yaitu dengan tambahan rumusan sighat tentang kewajiban nafkah dan tentang penganiayaan suami.

Melihat bahwa bentuk ta’lik thalak di Jawa itu bermanfaat dalam menyelesaikan perselisihan suami isteri, maka banyak penguasa adaeah luar Jawa dan Madura memberlakukannya di daerah masing-masing. Ini menjadi lebih merata dengan berlakunya Ordonansi Pencatatan Nikah untuk luar Jawa dan Madura, yakni Stb. 1932 No, 482.[4]

Ketika Indonesia merdeka, dengan berlakunya UU No.2 Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang sighat taklik talak diberlakukan seragam di sluruh Indonesia, dengan pola saran Sidang Khusus Birpro Peradilan Agama pada Konferensi Kerja Kementerian Agama di Tretes, Malang tahun 1856[5]

Sudah jelas bukan pembahasan tentang sighat taklik yang ada dalam islam ketika akad nikah, dilaksanakan gapapa, tidak juga tidak masalah, maaf kalau judulnya agak sensitif :)

Ref:
[3]Ta’lik tidak dibaca oleh pengantin pria, tetapi diucapkan oleh penghulu Naib dan cukup dengan dijawab: Hinggih sendika (Saya bersedia). Bentuk itu dulu berlaku di daerah Surakarta sampai masa menjelang kemerdekaan. Lihat Moh. Adnan, Tatacara Islam, Bahasa dan Tulisan Jawa, Penerbit Mardi Kintoko, Surakarta, 1984, hal. 70.
[4]Sekitar tahun 1925 sudah berlaklu taklik talak di daerah Minangkabau, bahkan di Muara Tembusi sudah sejak 1910, begitu juga pula di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Selatan serta Sulawesi Selatan. Zaini Ahmad Noeh, Pembacaan Sighat Taklik Thalaq sesudah Akad Nikah , dalam Mimbar Hukum, No. 30 Tahun VIII, 1997, hal. 66.
[5]Buku Laporan Kementerian Agama 1956, hal. 322.

Komentar